Tradisi Dalam Pengajian Keluarga di Desa Boyolali


Hallo people! Malam17 Maret kemarin aku menghadiri acara pengajian 1000 tahun eyangku. Berbeda dengan pengajian pada umumnya, ada hal unik yang baru aku sadari saat aara berlangsung. Tradisi ini belum pernah aku temui di daerah kota. Seperti apa sih ? ini dia..

Sudah 3 tahun lebih eyang putri dari ibuku yang bernanama Sutiyah, meninggalkan kami sekeluarga. 17 Maret 2018 kemarin keluarga mengadakan pengajian 1000 tahun kepergian eyang putri. Ini bukan pertama pengajian digelar. Kami sudah berkali-kali mengadakan pengajian untuk memperingati kepergian eyang putri dan eyang kakung. Pengajian ini menjadi momentum keluarga bersilaturahmi. 9 dari 10 anak berkumpul lengkap dengan para cucu dan cicit. Oh iya jumlah cucu eyang ada sekitar 23 dan cicit ada 7, lumayan banyak juga ya.


Setiap mengadakan pengajian, kami semua selalu bergotong royong. Lakiki-laki menata tempat dan biasanya para sepuh atau yang sudah tua, nongkrong didepan teras berbincang-bincang. Kalau perempuan selalu dibagian masak-memasak dan terkadang juga mendapat bantuan tetangga Kerjasama selalu terasa disetiap kegiatan yang diselenggarakan keluarga kami.  Kalau anak-anak kecil atau para cucu dan cicit seperti biasa, bermain dan kadang membuat keributan, haha.



Acarapun dimulai setelah ba’da maghrib. Tamu yang berdatangan rata-rata laki-laki (tua dan muda)di daerah desa eyangku. Hal yang mengaggumkan adalah ketika eyang putri dan eyang kakung meninggal hingga diadakan pengajian, selalu ramai oleh tamu. Singkat cerita, kata ibukku, kedua eyangku ini adalah orang yang baik, ramah dan disegani di desa ini. Akupun mengakui, menurutku merekapun adalah pasangan terbaik yang pernah kutemui, orangtua yang baik serta kakek nenek yang baik. Eyang kakungku sendiri adalah salahsatu veteran di Indonesia jaman penjajahan Jepang. Satu hal yang membanggakan bisa menjadi cucu dari kedua orang ini. Yap lanjut yuk.




Suguhan yang diberikan di pengajian selalu beragam. Mulai dari makan bersama, snack dan berkat. Berkat? Apa itu berkat? Kalau di kota bisa disamakan dengan nasi kotak atau roti yang dibawa pulang. Nah seperti itulah kira-kira tujuan berkat untuk acara di desa. Isi dari berkat ini antaralain makanan berat dan snack. Kadang-kadang berkat juga berisi bahan masak seperti mie instan, telur, kopi dll. Semua tergantung tuan rumah yang membuat acara.


Selain itu ada satu hal yang baru saja aku sadari dari sekian pengajian keluarga yang sudah aku ikuti. Ada suguhan yang aneh bagiku. Suguhan ini adalah gelas kecil yang diisi empat putung rokok. Wah, aneh ya? Mungkin kalau ini terjadi di kota besar bakal menuai kontroversi ya. Tapi terlepas dari suka dan tidak suka, its a tradition. Jangan serius-serius ya, jadikan ini sebuah pengetahuan yang unik aja. Ketika aku bertanya ke saudaraku yang perempuan, jawabannya pun “Nggak tahu, dari dulu juga gitu. Pengajian di tempatnya siapa aja pasti gitu kalo di desa ini.” Setelah aku ulik, ternyata tamu pengajian kebanyakan laki-laki dari desa ini dan hampir semua memang punya kebiasaan merokok. Maka dari itu, rokok dijadikan salah satu suguhan dalam pengajian. Rokok selalu dikonsumsi sehabis makan besar. Percaya gak percaya, mereka menyalakan rokok pada waktu yang bersamaan. Dan membuat ruangan seolah-olah pakai efek asap yang ada dipanggung-panggung, haha ada-ada saja. 


Salutnya, semua perempuan tak ada yang mengeluh. Merekapun memberikan ruang dan memilih pergi ke dapur untuk menghindari asapnya. Ya, mereka tidak suka, tetapi mereka tak mempermasalahkan. Yang ada difikiranku saat itu adalah, kalau ini terjadi di kota pasti banyak orang, termasuk beberapa laki-laki yang tidak merokok akan sebal. Aku sendiri awalnya tidak suka sekaligus terganggu. Tapi disinilah aku harus menerapkan pelajaran komunikasi yang aku dapat diperkuliahan, menghargai. Termasuk menghargai tradisi. Walaupun ini tradisi yang benar-benar aneh, tapi itulah kebiasaan atau budaya. Yang bisa kulakukan hanya memberi pendapat ke saudara laki-lakiku.

Itulah cerita ku hari ini. Pelajarang yang aku dapat adalah, hargai tradisi yang sudah ada. Baik dan buruk itu relatih. Bagi kelompok yang menjalankan sudah pasti baik. Bagi kita yang tak pernah masuk kedalam kelompok tersebut pasti menilai buruk. Kalau merasa terganggu dengan tradisi suatu kelompok, lakukanlah hal positif dan tidak mengundang perkara. Kalian bisa saling bertukar pendapat. Dan jika terjadi seperti diatas, kita bisa pergi dari tempat tersebut dengan memberikan alasan yang baik. Semua orang punya pandangan dan budaya masing-masing bukan? Kunci dari keharmonisan negara ini adalah menghargai satu sama lain. Sekian dan terimakasih.

Comments

Popular posts from this blog

Teks Pidato Tema Komunikasi dan Media

Review Lagu : Tulus - Mahakarya

Review Lagu : Teduhnya Wanita - Raisa (OST. Ayat-ayat cinta 2)